Extended Network Banners Assalamualikum dan salam 1malaysia.. selamat datang ke blog man.. hehe.. jangan lupa komen2 la ya..

Selasa, 9 Mac 2010

Rasulullah S.A.W dan Siti Khadijah

Bermimpi Matahari Turun Ke Rumahnya

Dia adalah Khadijah r.a, seorang wanita janda,bangsawan,
hartawan, cantik dan budiman. Ia disegani oleh masyarakat Quraisy
khususnya, dan bangsa Arab pada umumnya. Sebagai seorang pengusaha,
ia banyak memberikan bantuan dan modal kepada pedagang-pedagang
atau melantik orang-orang untuk mewakili urusan-urusan
perniagaannya ke luar negeri.

Banyak pemuka Quraisy yang ingin menikahinya dan sanggup
membayar mas kawin berapa pun yang dikehendakinya, namun selalu
ditolaknya dengan halus kerana tak ada yang berkenan di hatinya.
Pada suatu malam ia bermimpi melihat matahari turun dari
langit,masuk ke dalam rumahnya serta memancarkan sinarnya ke semua
tempat sehingga tiada sebuah rumah di kota Makkah yang luput dari
sinarnya. Mimpi itu diceritakan kepada anak bapak saudaranya yang
bernama Waraqah bin Naufal. Dia seorang lelaki yang berumur lanjut,
ahli dalam mentakbirkan mimpi dan ahli tentang sejarah bangsa-
bangsa purba. Waraqah juga mempunyai pengetahuan luas dalam agama
yang dibawa oleh Nabi-Nabi terdahulu.Waraqah berkata: "Takwil dari
mimpimu itu ialah bahwa engkau akan menikah kelak dengan seorang
Nabi akhir zaman."
"Nabi itu berasal dari negeri mana?" tanya Khadijah bersungguh-
sungguh."Dari kota Makkah ini!" ujar Waraqah singkat.
"Dari suku mana?"
"Dari suku Quraisy juga."
Khadijah bertanya lebih jauh: "Dari keluarga mana?"
"Dari keluarga Bani Hasyim, keluarga terhormat," kata Waraqah
dengan nada menghibur.
Khadijah terdiam sejenak, kemudian tanpa sabar meneruskan
pertanyaan terakhir: "Siapakah nama bakal
orang agung itu, hai anak bapa saudaraku?"
Orang tua itu mempertegas: "Namanya Muhammad SAW.Dialah bakal
suamimu!"
Khadijah pulang ke rumahnya dengan perasaan yang luar biasa
gembiranya. Belum pernah ia merasakan
kegembiraan sedemikian hebat. Maka sejak itulah Khadijah sentiasa
bersikap menunggu dari manakah gerangan kelak munculnya sang
pemimpin itu.

Nabi Muhammad Berniaga

Muhammad, bakal suami wanita hartawan itu, adalah seorang yatim
piatu yang miskin sejak kecilnya,dipelihara oleh bapa saudaranya,
Abu Thalib, yang hidupnya pun serba kekurangan. Meskipun demikian,
bapa saudaranya amat sayang kepadanya, menganggapnya seperti anak
kandung sendiri, mendidik dan mengasuhnya sebaik-baiknya dengan
adab, tingkah laku dan budi pekerti yang terpuji.Pada suatu ketika,
Abu Thalib berbincang-bincang dengan saudara perempuannya
bernama 'Atiqah mengenai diri Muhammad. Beliau
berkata: "Muhammad sudah pemuda dua puluh empat tahun.
Semestinyalah sudah kahwin.Tapi kita tak mampu mengadakan
perbelanjaan, dan tidak tahu apa yang harus diperbuat."
Setelah memikirkan segala ikhtiar, 'Atiqah pun
berkata: "Saudaraku, saya mendengar berita bahwa Khadijah akan
memberangkatkan kafilah niaga ke negeri Syam dalam waktu dekat ini.
Siapa yang berhubungan dengannya biasanya rezekinya bagus,
diberkati Allah SWT. Bagaimana kalau kita pekerjakan Muhammad
kepadanya? Saya kira inilah jalan untuk memperolehi nafkah,
kemudian dicarikan isterinya."
Abu Thalib menyetujui saranan saudara perempuannya.Dirundingkan
dengan Muhammad, ia pun tidak keberatan.'Atiqah mendatangi wanita
hartawan itu, melamar pekerjaan bagi Muhammad, agar kiranya dapat
diikut sertakan dalam kafilah niaga ke negeri Syam.Khadijah,
tatkala mendengar nama "Muhammad", ia berfikir dalam
hatinya: "Oh... inilah takbir mimpiku sebagaimana yang diramalkan
oleh Waraqah bin Naufal,
bahwa ia dari suku Quraisy dan dari keluarga Bani Hasyim, dan
namanya Muhammad, orang terpuji, berbudi pekerti tinggi dan nabi
akhir zaman." Seketika itu juga timbullah hasrat di dalam hatinya
untuk bersuamikan Muhammad, tetapi tidak dilahirkannya karena
khuatir akan fitnah.
"Baiklah," ujar Khadijah kepada 'Atiqah, "saya terima Muhammad
dan saya berterima kasih atas kesediaannya.Semoga Allah SWT
melimpahkan berkatnya atas kitabersama.". Wajah Khadijah cerah,
tersenyum sopan,menyembunyikan apa yang tersudut di
kalbunya.Kemudian ia meneruskan: "Wahai 'Atiqah, saya tempatkan
setiap orang dalam rombongan niaga dengan penghasilan tinggi, dan
bagi Muhammad SAW akan diberikan lebih tinggi dari biasanya."
Atiqah berterima kasih, ia pulang dengan perasaan gembira
menemui saudaranya, menceritakan kepadanya hasil perundingannya
dengan wanita hartawan dan budiman itu. Abu Thalib menyambutnya
dengan gembira. Kedua bersaudara itu memanggil Muhammad SAW seraya
berkata: "Pergilah anakanda kepada Khadijah r.a, ia menerima engkau
sebagai pekerjanya. Kerjakanlah tugasmu sebaik-baiknya."Muhammad
SAW menuju ke rumah wanita pengusaha itu.Sementara akan keluar dari
pekarangan rumah bapa saudaranya, tiba-tibalah ia mencucurkan air
mata kesedihan mengenang nasibnya. Tiada yang menyaksikannya dan
menyertainya dalam kesedihan hati itu selain para malaikat langit
dan bumi.

Kesaksian Seorang Rahib

Tatkala kafilah niaga itu siap akan berangkat,berkatalah
Maisarah, kepala rombongan: "Hai Muhammad,pakailah baju bulu itu,
dan peganglah bendera kafilah.Engkau berjalan di depan, menuju ke
negeri Syam!"Muhammad SAW melaksanakan perintah. Setelah iring-
iringan keluar dari halaman memasuki jalan raya,tanpa sedar
Muhammad SAW menangis kembali, tiada yang melihatnya kecuali Allah
dan para malaikat-Nya.
Dari mulutnya terucap suara kecil: "Aduh hai nasib! Mana
gerangan ayahku Abdullah, mana gerangan ibuku Aminah.Kiranyalah
mereka menyaksikan nasib anakandanya yang miskin yatim piatu ini,
yang justeru lantaran
ketiadaannyalah sehingga terbawa jadi buruh upahan ke negeri jauh.
Aku tidak tahu apakah aku masih akan kembali lagi ke negeri ini,
tanah tumpah darahku."Jeritan batin itu membuat para malaikat
langit bersedih. Mereka memintakan rahmat baginya. Maisarah
memperlakukan Muhammad SAW dengan agak istimewa,sesuai dengan
wasiat Khadijah. Diberinya pakaian terhormat, kenderaan unta yang
tangkas dengan segala perlengkapannya.
Perjalanan mengambil waktu beberapa hari. Terik matahari begitu
panas sekali. Tetapi Muhammad SAW berjalan sentiasa dipayungi awan
yang menaunginya hingga mereka berhenti di sebuah peristirehatan
dekat rumah seorang Rahib Nasrani.Muhammad SAW turun dari untanya,
pergi berangin-angin melepaskan lelah di bawah pohon yang
teduh.Rahib keluar dari tempat pertapaannya. Ia hairan melihat
gumpalan awan menaungi kafilah dari Makkah, padahal tak pernah
terjadi selama ini. Ia tahu apa erti tanda itu karena pernah
dibacanya di
dalam Kitab Taurat.Rahib menyiapkan suatu perjamuan bagi kafilah
itu dengan maksud untuk menyiasat siapa pemilik karamah dari
kalangan mereka.
Semua anggota rombongan hadir dalam majlis perjamuan itu,
kecuali Muhammad SAW seorang diri yang tinggal untuk menjaga barang-
barang dan kenderaan. Ketika Rahib melihat awan itu tidak bergerak,
tetap di atas kafilah, bertanyalah beliau: "Apakah di antara kalian
masih ada yang tidak hadir di sini?"Maisarah menjawab:
"Hanya seorang yang tinggal untuk menjaga barang-barang."
Rahib pergi menjemput Muhammad SAW dan terus menjabat
tangannya, membawanya ke majlis perjamuan. Ketika Muhammad SAW.
bergerak, Rahib memperhatikan awan itu turut bergerak pula
mengikuti arah ke mana Muhammad SAW berjalan. Dan di saat Muhammad
SAW masuk ke ruangan perjamuan, Rahib keluar kembali menyaksikan
awan itu, dan dilihatnya awan itu tetap di atas, tidak bergerak
sedikit pun walaupun dihembus angin. Maka mengertilah ia siapa
gerangan yang memiliki karamah dan keutamaan itu.Rahib masuk
kembali dan mendekati Muhammad SAW,bertanya: "Hai pemuda, dari
negeri mana asalmu?"
"Dari Makkah".
"Dari qabilah mana?" tanya sang Rahib.
"Dari Quraisy, tuan!"
"Dari keluarga siapa?"
"Keluarga Bani Hasyim."
'Siapa namamu?"
"Namaku, Muhammad."
Serta merta ketika mendengar nama itu, Rahib berdiri dan terus
memeluk Muhammad SAW serta menciumnya di antara kedua alisnya
seraya mengucapkan: "Laa IlaahaIllallaah, Muhammadar Rasulullah."
Ia menatap wajah Muhammad SAW dengan perasaan takjub,seraya
bertanya: "Sudikah engkau memperlihatkan tanda di badanmu agar
jiwaku tenteram dan keyakinanku lebih mantap?"
"Tanda apakah yang tuan maksudkan?" tanya Muhammad SAW."Silakan
buka bajumu supaya kulihat tanda akhir kenabian di antara kedua
bahumu!"
Muhammad SAW. memperkenankannya, dimana Rahib tua itu melihat
dengan jelas ciri-ciri yang dimaksudkan."Ya....ya....tertolong,
tertolong!" seru Rahib.
"Pergilah ke mana hendak pergi. Engkau terus ditolong!"
Rahib itu mengusap wajah Muhammad SAW, sambil menambahkan: "Hai
hiasan di hari kemudian, hai pemberi syafa'at di akhirat, hai
peribadi yang mulia, hai pembawa nikmat, hai nabi rahmat bagi
seluruh alam!"
Dengan pengakuan demikian, Rahib dari Ahlil-Kitab itu telah
menjadi seorang muslim sebelum Muhammad SAW. dengan rasmi menerima
wahyu kerasulan dari langit.


Paderi-paderi Yahudi Gemetar Ketakutan

Pasar dibuka beberapa hari lamanya. Semua jualan laris dengan
keuntungan berlipat ganda, mengatasi pengalaman yang sudah-sudah.
Kebetulan pada saat itu bertepatan dengan hari Yahudi, yang
dimeriahkan dengan upacara besar-besaran. Muhammad SAW, Abu Bakar
dan Maisarah keluar menonton keramaian itu. Tatkala Muhammad SAW
memasuki tempat upacara untuk menyaksikan cara mereka beribadat,
maka tiba-tiba berjatuhanlah semua lilin-lilin menyala yang
bergantungan pada tali di sekitar ruangan, yang menyebabkan paderi-
paderi Yahudi gemetar ketakutan.
Seorang di antara mereka bertanya: "Alamat apakah ini?"
Semuanya hairan, cemas dan ketakutan.
"Ini bererti ada orang asing yang hadir di sini,"jawab
pengerusi upacara. "Kita baca dalam Taurat bahwa alamat ini akan
muncul bilamana seorang lelaki bernama Muhammad SAW, Nabi akhir
zaman, mendatangi hari raya agama Yahudi. Mungkinlah sekarang orang
itu berada di ruangan kita ini. Carilah lelaki itu, dan kalau
bertemu, segeralah tangkap!"
Abu Bakar r.a, sahabat Muhammad SAW sejak dari kecil,dan
Maisarah, yang mendengar berita itu segera
mendekati Muhammad SAW yang berdiri agak terpisah, dan mengajaknya
keluar perlahan-lahan di tengah-tengah kesibukan orang yang
berdesak-desakan keluar masuk ruangan.
Tanpa menunda waktu lagi, Maisarah segera memerintahkan kafilah
berangkat pulang ke Makkah.
Dengan demikian tertolonglah Muhammad SAW dari kejahatan orang-
orang Yahudi


Nabi Muhammad Pulang Ke Makkah

Biasanya dalam perjalanan pulang, kira-kira jarak tujuh hari
lagi mendekati Makkah, Maisarah mengirim seorang utusan kepada
Khadijah r.a, memberitahukan bakal kedatangan kafilah serta perkara-
perkara lain yang menyangkut perjalanan. Maisarah menawarkan kepada
Muhammad SAW: "Apakah engkau bersedia diutus membawa berita ke
Makkah?" Muhammad SAW berkata: "Ya, saya bersedia apabila
ditugaskan".
Pemimpin rombongan mempersiapkan unta yang cepat untuk dinaiki
oleh utusan yang akan berangkat terlebih dahulu ke kota Makkah. Ia
pun menulis sepucuk surat memberikan kepada majikannya bahwa
perniagaan kafilah yang disertai Muhammad SAW mendapat hasil laba
yang sangat memuaskan, dan menceritakan pula tentang pengalaman-
pengalaman aneh yang berkaitan dengan diri Muhammad SAW.
Tatkala Muhammad SAW menuntun untanya dan sudah hilang dari
pandangan mata, maka Allah SWT menyampaikan wahyu kepada malaikat
Jibril a.s .:
"Hai Jibril, singkatkanlah bumi di bawah kaki-kaki unta
Muhammad SAW! Hai Israfil, jagalah ia dari sebelah kanannya! Hai
Mikail, jagalah ia dari sebelah kirinya! Hai awan, teduhilah ia di
atas kepalanya!"
Kemudian Allah SWT mendatangkan ngantuk kepadanya sehingga baginda
SAW tertidur nyenyak dan tiba-tiba telah sampai di Makkah dalam
tempo yang cukup singkat.Saat terbangun, ia hairan mendapati
dirinya telah berada di pintu masuk kota kelahirannya. Baginda SAW
sedar bahwa ini adalah mukjizat Tuhan kepadanya, lalu bersyukur
memuji Zat Yang Maha Kuasa.
Sementara baginda SAW mengarahkan untanya menuju ke tempat
Khadijah r.a, secara kebetulan Khadijah r.a pada saat itu sedang
duduk sambil kepalanya keluar jendela memandangi jalan ke arah
Syam, tiba-tiba dilihatnya Muhammad SAW di atas untanya dari arah
bertentangan di bawah naungan awan yang bergerak perlahan-lahan di
atas kepalanya.
Khadijah r.a menajamkan matanya, bimbang kalau-kalau tertipu
oleh penglihatannya, sebab yang dilihatnya hanyalah Muhammad SAW
sendirian tanpa rombongan,padahal telah dipesannya kepada Maisarah
agar menjaganya sebaik-baik. Ia bertanya kepada wanita-wanita
sahayanya yang duduk di sekitarnya:
"Apakah kamu mengenali siapa pengendara yang datang itu?" sambil
tangannya menunjuk ke arah jalan.Seorang di antara mereka
menjawab: "Seolah-olah Muhammad Al-Amiin, ya sayyidati!"
Kegembiraan Khadijah r.a terlukis dalam ucapannya:
"Kalau benar Muhammad Al-Amiin, maka kamu akan kumerdekakan
bilamana ia telah sampai!"
Tak lama kemudian muncullah Muhammad SAW di depan pintu rumah
wanita hartawan itu, yang langsung menyambutnya dengan tutur sapa
tulus ikhlas:
"Kuberikan anda unta pilihan, tunggangan khusus dengan apa yang ada
di atasnya."
Muhammad SAW mengucapkan terima kasih, kemudian menyerahkan surat
dari ketua rombongan. Ia minta izin pulang ke rumah bapa saudaranya
setelah melaporkan tentang perniagaan mereka ke luar negeri.

Khadijah Menawarkan Diri

Muhammad Al-Amiin muncul di rumah Khadijah. Wanita usahawan itu
berkata: "Hai Al-Amiin, katakanlah apa keperluanmu!" Suaranya
ramah, bernada dermawan.Dengan sikap merendahkan diri tapi tahu
diharga dirinya, Muhammad SAW berbicara lurus, terus
terang,meskipun agak malu-malu tetapi pasti. Katanya: "Kami
sekeluarga memerlukan nafkah dari bahagianku dalam rombongan niaga.
Keluarga kami amat memerlukannya untuk mencarikan jodoh bagi anak
saudaranya yang yatim piatu". Kepalanya tertunduk, dan wanita
hartawan itu
memandangnya dengan penuh ketakjuban.
"Oh, itukah....! Muhammad, upah itu sedikit, tidak menghasilkan apa-
apa bagimu untuk menutupi keperluan yang engkau maksudkan," kata
Khadijah r.a. "Tetapi biarlah, nanti saya sendiri yang mencarikan
calon isteri bagimu". Ia berhenti sejenak, meneliti.Kemudian
meneruskan dengan tekanan suara memikat dan mengandungi
isyarat: "Aku hendak mengawinkanmu dengan seorang wanita bangsawan
Arab. Orangnya baik, kaya, diingini oleh banyak raja-raja dan
pembesar-pembesar Arab dan asing, tetapi ditolaknya. Kepadanyalah
aku hendak membawamu". Khadijah tertunduk lalu melanjutkan:
"Tetapi sayang, ada aibnya...! Dia dahulu sudah pernah bersuami.
Kalau engkau mahu, maka dia akan menjadi pengkhidmat dan pengabdi
kepadamu".
Pemuda Al-Amiin tidak menjawab. Mereka sama-sama terdiam, sama-sama
terpaku dalam pemikirannya masing-masing. Yang satu memerlukan
jawapan, yang lainnya tak tahu apa mahu dijawab.Khadijah r.a tak
dapat mengetahui apa yang terpendam di hati pemuda Bani Hasyim itu,
pemuda yang terkenal dengan gelaran Al-Amiin (jujur). Pemuda Al-
Amiin itupun mungkin belum mengetahui siapa kira-kira calon yang
dimaksud oleh Khadijah r.a. Ia minta izin untuk pulang tanpa
sesuatu keputusan yang ditinggalkan. Ia menceritakan kepada bapa
saudaranya: "Aku merasa amat tersinggung oleh kata-kata Khadijah
r.a. Seolah-olah dia memandang enteng dengan ucapannya ini dan
itu "anu dan anu...."Ia mengulangi apa yang dikatakan oleh
perempuan kaya itu.
Atiqah juga marah mendengar berita itu. Dia seorang perempuan
yang cepat naik darah kalau pihak yang dinilainya menyinggung
kehormatan Bani Hasyim.Katanya: "Muhammad, kalau benar demikian,
aku akan mendatanginya".
Atiqah tiba di rumah Khadijah r.a dan terus
menegurnya: "Khadijah, kalau kamu mempunyai harta kekayaan dan
kebangsawan, maka kamipun memiliki kemuliaan dan kebangsawanan.
Kenapa kamu menghina puteraku, anak saudaraku Muhammad?"
Khadijah r.a terkejut mendengarnya. Tak disangkanya bahwa kata-
katanya itu akan dianggap penghinaan. Ia berdiri menyabarkan dan
mendamaikan hati 'Atiqah:"Siapakah yang sanggup menghina
keturunanmu dan sukumu? Terus terang saja kukatakan kepadamu bahwa
dirikulah yang kumaksudkan kepada Muhammad SAW. Kalau ia mahu, aku
bersedia menikah dengannya; kalau tidak, aku pun berjanji tak akan
bersuami hingga mati".Pernyataan jujur ikhlas dari Khadijah r.a
membuat 'Atiqah terdiam. Kedua wanita bangsawan itu sama-sama
cerah. Percakapan menjadi serius.
"Tapi Khadijah, apakah suara hatimu sudah dimaklumi oleh anak
bapa saudaramu Waraqah bin Naufah?" tanya 'Atiqah sambil
meneruskan: "Kalau belum cubalah meminta persetujuannya."
"Ia belum tahu, tapi katakanlah kepada saudaramu, Abu Thalib,
supaya mengadakan perjamuan sederhana. Jamuan minum, dimana
sepupuku diundang, dan disitulah diadakan lamaran", Khadijah r.a
berkata seolah-olah hendak mengatur siasat. Ia yakin Waraqah takkan
keberatan kerana dialah yang menafsirkan mimpinya akan bersuamikan
seorang Nabi akhir zaman. 'Atiqah pulang dengan perasaan tenang,
puas. Pucuk dicinta ulam tiba. Ia segera menyampaikan berita
gembira itu kepada saudara-saudaranya: Abu Thalib, Abu Lahab, Abbas
dan Hamzah. Semua riang menyambut hasil pertemuan 'Atiqah dengan
Khadijah r.a.
"Itu bagus sekali", kata Abu Thalib, "Tapi kita harus bermesyuarat
dengan Muhammad SAW lebih dahulu."


Janda Cantik Bermata Jeli

Sebelum dijemput oleh bapa saudaranya, maka terlebih dahulu ia
pun telah menerima seorang perempuan bernama Nafisah, utusan
Khadijah r.a yang datang untuk menjalin hubungan kekeluargaan.
Utusan peribadi Khadijah itu bertanya: "Muhammad, kenapa engkau
masih belum berfikir mencari isteri?"
Muhammad SAW menjawab: "Hasrat ada, tetapi kesanggupan belum ada."
"Bagaimana kalau seandainya ada yang hendak menyediakan nafkah?
Lalu engkau mendapat seorang isteri yang baik, cantik, berharta,
berbangsa dan sekufu pula denganmu, apakah engkau akan menolaknya?"
"Siapakah dia?" tanya Muhammad SAW.
"Khadijah!" Nafisah berterus terang. "Asalkan engkau bersedia,
sempurnalah segalanya. Urusannya serahkan kepadaku!"
Usaha Nafisah berjaya. Ia meninggalkan putera utama Bani Hasyim
dan langsung menemui Khadijah r.a,menceritakan kesediaan Muhammad
SAW. Setelah Muhammad SAW menerima pemberitahuan dari saudara-
saudaranya tentang hasil pertemuan dengan Khadijah r.a, maka
baginda tidak keberatan mendapatkan seorang janda yang usianya lima
belas tahun lebih tua daripadanya.Betapa tidak setuju, apakah yang
kurang pada Khadijah?Ia wanita bangsawan, cantik, hartawan,
budiman. Dan utamanya pula karena hatinya telah dibukakan Tuhan
untuk mencintainya, telah ditakdirkan akan dijodohkan
dengannya.Kalau dikatakan janda, biarlah! Ia memang janda umur
empat puluh, tapi janda yang masih segar, bertubuh ramping,
berkulit putih dan bermata jeli.
Maka diadakanlah acara yang penuh keindahan itu. Hadir sama
Waraqah bin Naufal dan beberapa orang-orang terkemuka Arab yang
sengaja dijemput. Abu Thalib dengan rasmi meminang Khadijah r.a
kepada saudara sepupunya. Orang tua bijaksana itu setuju. Tetapi
dia meminta tempoh untuk berunding dengan wanita berkenaan.


Pernikahan Muhammad dengan Khadijah

Khadijah r.a diminta pendapat. Dengan jujur ia berkata kepada
Waraqah: "Hai anak bapa saudaraku, betapa aku akan menolak Muhammad
SAW padahal ia sangat amanah, memiliki keperibadian yang luhur,
kemuliaan dan keturunan bangsawan, lagi pula pertalian
kekeluargaannya luas".
"Benar katamu, Khadijah, hanya saja ia tak berharta",ujar Waraqah.
"Kalau ia tak berharta, maka aku cukup berharta. Aku tak
memerlukan harta lelaki. Kuwakilkan kepadamu untuk menikahkan aku
dengannya," demikian Khadijah r.a menyerahkan urusannya.
Waraqah bin Naufal kembali mendatangi Abu Thalib memberitakan
bahwa dari pihak keluarga perempuan sudah bulat mufakat dan
merestui bakal pernikahan kedua mempelai. Lamaran diterima dengan
persetujuan mas kahwin lima ratus dirham. Abu Bakar r.a, yang kelak
mendapat sebutan "Ash-Shiddiq" sahabat akrab Muhammad SAW. sejak
dari masa kecil, memberikan sumbangan pakaian indah buatan Mesir,
yang melambangkan kebangsawaan Quraisy, sebagaimana layaknya
dipakai dalam upacara adat istiadat pernikahan agung, apalagi
karena yang akan dinikahi adalah seorang hartawan dan bangsawan
pula.Peristiwa pernikahan Muhammad SAW dengan Khadijah
r.aberlangsung pada hari Jumaat, dua bulan sesudah kembali dari
perjalanan niaga ke negeri Syam.Bertindak sebagai wali Khadijah r.a
ialah bapa saudaranya bernama 'Amir bin Asad, sedang Waraqah bin
Naufal membacakan khutbah pernikahan dengan fasih,disambut oleh Abu
Thalib sebagai berikut:"Alhamdu Lillaah, segala puji bagi Allah
Yang menciptakan kita keturunan (Nabi) Ibrahim, benih (Nabi)
Ismail, anak cucu Ma'ad, dari keturunan Mudhar.
"Begitupun kita memuji Allah SWT Yang menjadikan kita penjaga
rumah-Nya, pengawal Tanah Haram-Nya yang aman sejahtera, dan
menjadikan kita hakim terhadap sesama manusia.
"Sesungguhnya anak saudaraku ini, Muhammad bin Abdullah, kalau
akan ditimbang dengan laki-laki manapun juga, niscayalah ia lebih
berat dari mereka sekalian. Walaupun ia tidak berharta, namun harta
benda itu adalah bayang-bayang yang akan hilang dan sesuatu yang
akan cepat perginya. Akan tetapi Muhammad SAW, tuan-tuan sudah sama
mengenalinya siapa dia. Dia telah melamar Khadijah binti Khuwailid.
Dia akan
memberikan mas kahwin lima ratus dirham yang akan segera dibayarnya
dengan tunai dari hartaku sendiri dan saudara-saudaraku.
"Demi Allah SWT, sesungguhnya aku mempunyai firasat tentang
dirinya bahwa sesudah ini, yakni di saat-saat mendatang, ia akan
memperolehi berita gembira (albasyaarah) serta pengalaman-
pengalaman hebat.
"Semoga Allah memberkati pernikahan ini".
Penyambutan untuk memeriahkan majlis pernikahan itu sangat
meriah di rumah mempelai perempuan. Puluhan anak-anak lelaki dan
perempuan berdiri berbaris di pintu sebelah kanan di sepanjang
lorong yang dilalui oleh mempelai lelaki, mengucapkan salam
marhaban kepada mempelai dan menghamburkan harum-haruman kepada
para tamu dan pengiring.
Selesai upacara dan tamu-tamu bubar, Khadijah r.a membuka isi
hati kepada suaminya dengan ucapan: "Hai Al-Amiin, bergembiralah!
Semua harta kekayaan ini baik yang bergerak mahupun yang tidak
bergerak, yang terdiri dari bangunan-bangunan, rumah-rumah,barang-
barang dagangan, hamba-hamba sahaya adalah menjadi milikmu. Engkau
bebas membelanjakannya ke jalan mana yang engkau redhai !"
Itulah sebagaimana Firman Allah SWT yang bermaksud:"Dan Dia
(Allah) mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia
memberikan kekayaan".(Adh-Dhuhaa: 8) Alangkah bahagianya kedua
pasangan mulia itu, hidup sebagai suami isteri yang
sekufu,sehaluan, serasi dan secita-cita.

Dijamin Masuk Syurga

Khadijah r.a mendampingi Muhammad SAW. selama dua puluh enam
tahun, yakni enam belas tahun sebelum dilantik menjadi Nabi, dan
sepuluh tahun sesudah masa kenabian. Ia isteri tunggal, tak ada
duanya, bercerai karena kematian. Tahun wafatnya disebut "Tahun
Kesedihan" ('Aamul Huzni).Khadijah r.a adalah orang pertama sekali
beriman kepada Rasulullah SAW. ketika wahyu pertama turun dari
langit. Tidak ada yang mendahuluinya.
Ketika Rasulullah SAW menceritakan pengalamannya pada peristiwa
turunnya wahyu pertama yang dihantar Jibril 'alaihissalam, dimana
beliau merasa ketakutan dan menggigil menyaksikan bentuk Jibril a.s
dalam rupa aslinya, maka Khadijahlah yang pertama dapat mengerti
makna peristiwa itu dan menghiburnya, sambil berkata:
"Bergembiralah dan tenteramkanlah hatimu. Demi Allah SWT yang
menguasai diri Khadijah r.a, engkau ini benar-benar akan menjadi
Nabi Pesuruh Allah bagi umat kita.
"Allah SWT tidak akan mengecewakanmu. Bukankah engkau orang
yang sentiasa berusaha untuk menghubungkan tali persaudaraan?
Bukankah engkau selalu berkata benar?Bukankah engkau sentiasa
menyantuni anak yatim piatu,menghormati tetamu dan menghulurkan
bantuan kepada setiap orang yang ditimpa kemalangan dan musibah?"
Khadijah r.a membela suaminya dengan harta dan dirinya di dalam
menegakkan kalimah tauhid, serta selalu menghiburnya dalam duka
derita yang dialaminya dari gangguan kaumnya yang masih ingkar
terhadap kebenaran agama Islam, menangkis segala serangan caci maki
yang dilancarkan oleh bangsawan-bangsawan dan hartawan
Quraisy.Layaklah kalau Khadijah r.a mendapat keistimewaan khusus
yang tidak dimiliki oleh wanita-wanita lain iaitu, menerima ucapan
salam dari Allah SWT. yang dihantar oleh malaikat Jibril a.s kepada
Rasulullah SAW. disertai salam dari Jibril a.s peribadi untuk
disampaikan kepada Khadijah radiallahu 'anha serta dihiburnya
dengan syurga.Kesetiaan Khadijah r.a diimbangi oleh kecintaan Nabi
SAW kepadanya tanpa terbatas. Nabi SAW pernah berkata: "Wanita
yang utama dan yang pertama akan masuk Syurga ialah Khadijah binti
Khuwailid, Fatimah binti Muhammad SAW., Maryam binti 'Imran dan
Asyiah binti Muzaahim,isteri Fir'aun".


Wanita Terbaik

Sanjungan lain yang banyak kali diucapkan Rasulullah SAW.
terhadap peribadi Khadijah r.a ialah: "Dia adalah seorang wanita
yang terbaik, karena dia telah percaya dan beriman kepadaku di saat
orang lain masih dalam bimbang keingkaran; dia telah membenarkan
aku di saat orang lain mendustakanku; dia telah mengorbankan semua
harta bendanya ketika orang lain mencegah kemurahannya terhadapku;
dan dia telah melahirkan bagiku beberapa putera-puteri yang tidak
ku dapatkan dari isteri-isteri yang lain".

Putera-puteri Rasulullah SAW. dari Khadijah r.a sebanyak tujuh
orang: tiga lelaki (kesemuanya meninggal di waktu kecil) dan empat
wanita. Salah satu dari puterinya bernama Fatimah, dinikahkan
dengan Ali bin Abu Thalib, sama-sama sesuku Bani Hasyim. Keturunan
dari kedua pasangan inilah yang dibangsakan sebagai keturunan
langsung dari Rasulullah SAW.


wassalam

Tiada ulasan: